AGAM - Kubang Putiah merupakan salah satu nagari yang terdapat dalam kecamatan Banuhampu, kabupaten Agam, provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Kubang Putiah merupakan tempat kelahiran salah seorang politisi dan pejuang kemerdekaan Indonesia yaitu Mr Assaat yang merupakan pemangku jabatan Presiden Republik Indonesia pada masa pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta.
Secara administratif pemerintahan Indonesia, Nagari Kubang Putiah merupakan bagian dari Luhak Agam. Kubang Putiah adalah salah satu dari 7 nagari yang terdapat di Kecamatan Banuhampu yaitu Pakan Sinayan, Padang Lua, Cingkariang, Ladang Laweh, Taluak IV Suku, Sungai Tanang dan Kubang Putiah. Kubang Putiah mempunyai luas wilayah 6, 39 km² dari luas keseluruhan wilayah Kecamatan Banuhampu.
Baca juga:
Nagari TV, TVnya Nagari!
|
Nagari Kubang Putiah berbatasan di sebelah utara dengan Kota Bukittinggi, sebelah selatan berbatasan dengan Nagari Sungai Pua, sebelah barat berbatasan dengan Nagari Ladang Laweh, dan sebelah timur berbatasan dengan Nagari Bukik Batabuah. Secara geografis, Nagari Kubang Putiah terletak di dataran tinggi Agam, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat.
Nagari Kubang Putiah sendiri memiliki 14 Jorong yang terdiri dari:
Jorong Bulaan Kamba
Jorong Koto Baru
Jorong Kuruak Pakan Ahad
Jorong Mato Jariang
Jorong Lukok
Jorong Kalumpang
Jorong Pincuran Landai
Jorong Kampuang Nan Limo
Jorong Kubu Katapiang
Jorong Gurun Aua
Jorong Aia Kaciak
Jorong Balai Bagamba
Jorong Kampuang Pili
Jorong Lurah Surau Baranjuang
Posisinya berada di kaki Gunung Marapi dengan ketinggian antara 1000-1050 meter di atas permukaan laut, sehingga memiliki hawa yang sejuk dan cenderung dingin dengan kemiringan 0-15° (agak landai). Temperatur udara sekitar 15, 3-24, 4 °C, sedangkan kelembaban udaranya sekitar 81, 6-90, 6% dan curah hujan 1600mm/tahun.
Menurut Tambo Alam Minangkabau, nagari yang tertua adalah Pariangan Padang Panjang. Dari sinilah dimulai pengembaraan untuk pengembangan ke daerah-daerah di sekitarnya, di mana mereka mendirikan nagari-nagari baru, termasuk Nagari Kubang Putiah. Menurut carito Tambo, telah datang ninik mamak sejumlah dua kali sembilan suku dari Pariangan Padang Panjang yang berhenti di Patamuan Gobah Balai Bagamba.
Mereka kemudian bersepakat bahwa ninik mamak sembilan suku yang pertama akan tinggal di Patamuan Gobah Balai Bagamba yang nantinya sebagai cikal bakal daerah Banuhampu yang terdiri dari lima nagari. Sedangkan ninik mamak sembilan suku yang kedua melanjutkan perjalanan ke arah utara dan berhenti di Gobah Balai Banyak yang nantinya sebagai cikal bakal Daerah Kurai Limo Jorong atau Bukittinggi sekarang ini.
Karena itulah tersebutlah dalam Tambo Kurai Banuhampu sebagai salah satu kembaran phratry kesatuan adat dari phratry lainnya.
Kurai Banuhampu
Biaro Balai Gurah
Lambah Panampuang
Canduang Koto Laweh
Sariak Sungai Pua
Batagak Batu Palano
Sianok Koto Gadang
Guguak Tabek Sarojo
Hal ini juga sejalan dengan penjelasan dari Gusmal, bahwa Kubang Putiah merupakan asal-muasal dari nagari-nagari lain di Kecamatan Banuhampu. Pemberian nama nagari-nagari di lingkungan kecamatan ini pun dimusyawarahkan oleh seluruh masyarakat Banuhampu di Kubang Putiah, seperti Nagari Taluak, Nagari Cingkariang, Nagari Ladang Laweh, dan sebagainya.
Sedangkan nama Nagari Kubang Putiah bermula ketika ninik mamak akan mendirikan Balai Adat sebagai balai untuk kerapatan (Balairuang). Mereka memilih tempat di tengah-tengah kenagarian yang kebetulan di sana tumbuh sebatang Pohon Kubang yang bunganya berbentuk daun berwarna putih. Kampung di mana tempat berdirinya balai tersebut sampai kini masyhur juga disebut Balai, sedangkan Balai Adat yang sekarang berada tidak jauh dari tempat semula.
Berdasarkan pengetahuan masyarakat, Nagari mulai ada di Kubang Putiah pada akhir tahun 1800-an yang dipimpin oleh Angku Palo. Jabatan Angku Palo ini biasanya diwariskan secara turun temurun, seperti dari ayah kepada anak ataupun dari mamak ke kemenakan.
Ketika masa darurat Belanda, Angku Palo kemudian berubah menjadi Wali Nagari. Pemilihan Wali Nagari dilakukan secara musyawarah dan kesepakatan oleh alim ulama, cadiak pandai, tokoh masyarakat, niniak mamak, pemuda, dan bundo kanduang.
Pada musyawarah tersebut disepakatilah nama seseorang yang akan ditunjuk dan diberi kepercayaan sebagai wali nagari serta dimintalah persetujuannya. Jika orang tersebut menolak, maka akan dimusyawarahkan nama berikutnya yang ditunjuk dan dimintai persetujuannya lagi. Begitulah seterusnya sampai yang bersangkutan menerima untuk ditunjuk sebagai wali nagari. Namun biasanya seseorang yang telah ditunjuk tadi tidak ada yang menolak karena telah melewati tahap pendekatan dan lobi oleh peserta musyawarah.